Sabtu, 25 Juli 2009

Akidah Rafidhah Dalam Masalah Sifat

Adalah Rafidhah orang yang pertama kali mengatakan tajsiim (bersifat seperti tubuh manusia). Sungguh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menentukan bahwa sesungguhnya orang yang melakukan kedustaan ini dari kalangan kaum Rafidhah adalah Hisyam ibnul Hakam4.1, dan Hisyam bin Salim Al Jawaliqi, Yunus bin Abdurrahman Al Qummi, dan Abu Ja`far Al Ahwal4.2.

Seluruh orang yang disebutkan tadi termasuk syeikh-syeikh besar golongan Itsna Asyariyah (Rafidhah), kemudian mereka menjadi pemeluk paham Jahmiyah mu`athilah, sebagaimana sekumpulan riwayat mereka menyifati Rabb semesta alam dengan sifat-sifat negetif yang mereka masukkan sebagai sifat yang tetap bagi Allah. Dan sungguh Ibnu Babawaih meriwayatkan lebih dari tujuhpuluh riwayat yang mengatakan bahwa Allah Ta`ala, tidak disifiti dengan jaman, tidak dengan tempat, tidak dengan bagaimananya, tidak dengan gerak, tidak dengan berpindah, tidak dengan sesuatupun dari sifat-sifat tubuh, Dia bukan yang bisa diraba, bukan bertubuh dan berbentuk.4.3 Maka syeikh-syeikh mereka mengikuti jalan (metode) yang sesat ini dengan menta`til (menghilangkan) sifat-sifat yang tercantum dalam AlQuran dan sunnah.

Sebagaimana mereka mengingkari turunnya Allah yang Maha Agung. Mereka mengatakan Al Quran makhluk, mereka mengingkari ru`yah (melihat kepada Allah) pada hari akhirat. Tercantum dalam kitab Biharul Anwar, bahwasanya Abu Abdillah Ja`far As Shodiq ditanya tentang Allah ta`ala, apakah bisa dilihat pada hari akhirat? Beliau berkata : Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari hal itu dengan ketinggian yang besar, sesungguhnya pandangan tidak akan bisa mencapai kecuali hal-hal yang mempunyai warna dan bentuk, dan Allah yang menciptakan warna-warni dan bentuk.

Bahkan mereka mengatakan : Jika seandainya dinisbatkan kepada Allah sebagian sifat seperti ru`yah, maka dihukum sebagai murtad, sebagaimana yang didapatkan dari syeikh mereka Ja`far Al Najfi di kitab Kasyful Ghitho` hal : 417. Perlu diketahui bahwasanya melihat kepada Allah pada hari akhirat adalah benar adanya dan sudah konsisten dalam Kitab dan Sunnah tanpa meliputi seluruhnya dan tanpa bagaimananya, sebagaimana firman Allah :

Wajah-wajah pada saat itu berseri-seri, kepada Rabbnya melihat (Al Qiyamah : 22,23).
Dan dari sunnah apa yang tercantum dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Jarir bin Abdillalh Al Bajali, berkata : Adalah kami duduk-duduk bersama Rasulullah, lalu beliau melihat kepada purnama, pada malam empat belas, lalu bersabda : Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan mata telanjang, sebagaimana kalian melihat ini (purnama), dimana kalian tidak berdesakan melihatnya4.4. Dan ayat-ayat serta hadits-hadits dalam masalah itu banyak sekali, yang tidak memungkinkan kita untuk menyebutkannya.4.5.(dida.vbaitullah.or.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar