Sabtu, 26 Desember 2009

DEFINISI POLITIK

Banyak orang menganggap politik itu kotor. Benarkah demikian? Sebenarnya apa sih yang dinamakan politik?lalu, apakah kita- kaum muslimin- harus menjauhinya atau terjun di dalamnya ?

Politik adalah pengaturan dan pengaturan dan pemeliharaan urusan rakyat, mencakup urusan mereka di dalam maupun di luar negeri. Aktifitjas politik diselenggarakan oleh negara dan rakyat. Negara merupakan institusi yang secara langsung melakukan pengaturan urusan rakyat, sedangkan rakyat berfungsi mengontrol negara.

Definisi bersandar kepada fakta (kenyataan) yang ada tentang politik. Disamping itu, definisi tersebut juga sesuai dengan arti menurut bahasa. Di dalam bahasa Arab, politik kata yang biasa dikenal dingan kata siyasah, berasal dari kata: sasa, yasusu, siyasah; maknanya berarti mengatur urusan rakyat . Di dalam kamus al-Muhith1 dinyatakan : sustu ar-ra’iyah siyasah (saya mengatur urusan rakyat dengan suatu peraturan): amartuha wa nahaituha. Artinya, saya mengatur/ memelihara urusan rakyat dengan perintah dan larangan. Definisi itu juga diperoleh dari hadits-hadits yang menggambarakan mengenai aktifitas para penguasa, muhasabah (kritik) yang dilakukan rakyat terhadap para penguasa, maupun kepedulian terhadap hal-hal yang menyangkut kemashlahatan kaum muslim.

Telah diriwayatkan dari Abi Hazim, yang berkata : aku telah tinggal bersama Abu Hurairah selama lima tahun, dan aku mendengar Abu Hurairah mencderitakan hadits dari Rasulullah saw yang bersabda:

” Dahulu, urusannya Bani Israil diatur oleh Nabi. Setiap kali Nabi tersebut meninggal (binasa) seketika digantikan oleh Nabi yang lainnya. Sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku. Dan kelak (sepeninggalku yang mengatur / memelihara) adalah para khulafa yang jumlah mereka itu banyak. Ditanyakan (oleh para sahabat) :’ apa yang engkau perintahkan kepada kami?’ dijawab,’bai;atlah (khalifah) yang pertama dan yang pertama. Dan serahkanlah kepada mereka hak-hak mereka, karena sesungguhnya Allah akan menanyai mereka atas apa yang menjadi urusan (dan tanggung jawab) mereka.’ (HR.MUSLIM)

” Tidaklah seorang hamba yang Allah serahkan kepadanya urusan Kaum Muslim, kemudian ia tidak mengaturnya dengan nasehat, kecuali tidak akan mencium bau syurga.”(HR. Muslim)

”Tidaklah seorang wali (penguasa) yang memerintah kaum muslim, lalu ia mati sementaar ia mengabaikan urusan kaum muslim, kecuali Allah mengharamkan kepadanya surga.” (HR. Bukhari).

” akan ada pemimpin (umara) yang kalian kenali (kemudian kalian taat) dan (ada pula yang kemudian) kalian ingkari. Barangsiapa yang mengetahuinya, maka ia terlepas, dan barangsiapa yang mengingkarinya maka ia selamat. Kecuali orang yang meridhai dan mengikutinya (mereka tidak selamat). (HR. Muslim dan Tirmidzi).

” barangsiapa yang (bangun) pagi-pagi sementara dia tidak (memperdulikan) urusan kaum muslim, maka ia tidak termasuk ke dalam golongan mereka. (HR. Hakim)

Dari Jabir bin Abdullah berkata :

” aku membai’at Rasulullah saw untuk mendirikan sholat dan menunaikan zakat, serta untuk menasehati setiap muslim. (HR. Muttafaqun ’Alaih).

Hadits-hadits tersebut di atas, baik yang berkaitan debgan para penguasa yang mengendalikan pemerintahan, ataupun yang berkait dengan para penguasa yang mengendalikan pemerintahan, ataupun yang terkait dengan umat sebagai pihak yang melakukan koreksi terhadap para penguasa, ataupun yang terkait dengan umat satu dengan lainnya yang harus peduli terhadap kemaslahatan kaum muslim dan untuk saling nasehat-menasehati ; semua itu menjadi sumber istinbath (penggalian hukum) mengenai definisi politik (siyasah)yang bermakna pengaturan atau pemeliharaan urusan umat. Dengan demikiann definisi tentang siyasahdapat digolongkan sebagai definisi yang syar’i, karena istinbath dari dalil-dalil syara, di samping memiliki implikasi hukum terhadap penguasa muslim maupun kaum muslim.

Berdasarkan definisi itu pula kita bisa menyatakan bahwa kotor tidaknya politik itu sangat ditentukan oleh ideologi dan peraturan yang menjadi rambu-rambu di dalam politik (yaitu di dalam pengaturan dan pemeliharaan urusan-urusan rakyat). Apabila ideologi dan peraturan yang menjadi dasar sekaligus rambu-rambu kehidupan berpolitik adalah ideologi dan peraturan kapitalis sekular, maka itulah kenyataan yang saat ini dipraktekkan oleh para penguasa di negara-negara barat, dan di ikuti oleh para penguasa muslim. Jika islam dijadikan sebagai ideologi dan dasar kehidupan bermasyarakat/ bernegara dan syariat Islam dijadikan sebagai sistem hukumnya, maka Hadits-hadits Nabi saw itulah gambaran pelaksanaannya.

Sejak runtuhnya begara khilafah islam dan dipaksakannnya sistem hukum dan sistem politik kufur di negeri-negeri islam, warna politik islam telah sirna. Pemikiran politik barat yang bersumber dari akidah (ideologi) kapitalisme sekular telah menempati posisi yang sebelumnya diduduki oleh pemikiran politik islam. Kaum Muslim mesti menyadari bahwa peraturan dan pemeliharaan urusan-urusan kaum muslim dengan Islam tidak mungkin terwujud kecuali dengan berdirinya kembali Daulah Khilafah Islamiyah, sekaligus merekatkan dan menyatukan kembali Kaum Muslim dengan aktifitas politik yang bersumber dari akidah Islam.

Para penjaajh Kafir telah membius Kaum Muslim dengan pemahaman sekular, yaitu menjauhkan Kaum muslim dengan aktifitas politik, menjauhkan islam dengan negara dan aktifitas politik. Mereka berdalih bahwa aktifitas politik itu adalah dusta dan kotor. Sehingga tidak layak ( agama islam ditempatkan di tempat-tempat kotor. Islam adalah ajaran yang sakral dan harus dijauhkan dari aktifitas politik. Maksud dari penjajah adalah menjauhkan umat islam dari aktifitas yang bisa membangkitkan kembali kehidupan islam melalui tegaknya Daulah Islamiyah. Bagi mereka, tegaknya kembali Daulah Khilafah Islamiyah merupakan lonceng kematian negara-negara kafir sekular dan sirnanya peradaban Barat yang selama ini Mereka agung-agungkan. Oleh karena itulah, mereka mencekoki kaum muslim dengan pemahaman yang keliru, yaitu menjauhkan umat islam dari aktivitas politik.

Padahal,politik adalah sesuatu yang netral. Ideologi dan interaksi yang diarahkan oleh sistem hukum yang mengatur aktivitas politiklahlah yang menentukan apakah aktivitas politik itu ’bersih’ atau ’kotor’.

Kepedulian Kaum Muslim terhadap politik dan kewajibannya untuk melakukan aktivitas politik sudah dimulai sejak pertama kali diutusnya Rasulullah saw, yaitu pada saat beliau membentuk ’partai politik’ di kota Makkah. Beliau melakukan pengkaderan; membina orang-orang yang telah memeluk Islam, membacakan ayat-ayat setiap kali ayat-ayat tersebut beliau terima; menjawab dan memberikan solusi kepada para sahabat-sahabatnya manakala terdapat persoalan di antara mereka. Hal itu nampak jelas dalam ayat-ayat yang diturunkan di kota Makkah selama beliau membina para sahabat dan menyampaikan risalah Islam kepada para penduduk Makkah.

Rasulullah saw sangat mencela dan menghujat para pembesar kota Makkah yang kufur, paganisme (penyembah berhala), bahkan dengan berhala-berhalanya; mencela adat istiadat kafir seperti mengubur anak perempuan hidup-hidup; menhina penipuan di dalam transaksi perdagangan (timbangan); bahkan beliau dan para sahabat menunjukkan perhatian yang sangat tinggi terhadap konstelasi internasional. Paling tidak hal itu tercermin pada firman Allah swt :

” telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah –lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi itu) bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (QS. Ar-Rum (30):2-5)

Ayat di atas menjadi penjelas bagi para sahabat –saat itu- yang berpolemik (berdiskusi) dengan orang-orang kafir Quraisy tentang konstelasi politik internasional. Orang-orang musyrik lebih suka jika kekaisaran persia dapat mengalahkan kerajaan Romawi, sebab kekaisaran Persia adalah penyembah api dan dekan dengan paganisme. Sementara kaum Muslim menyukai jika kerajaan Romawi yang memenangkan peperangan melawan kekaisaran Persia, sebab mereka adalah ahli kitab.2

Kaun muslim tidak akan mampu memikul dakwah Islam kepada bangsa-bangsa lain, atau mencegah skenario jahat yang ditujukan kepada umat, jika kaum muslim tidak memahami secara global konstelasi politik internasional dan sikap dari negara-negara besar terhadap mereka. Artinya, penyebarluasan risalah islam ke seluruh penjuru dunia, mengungkap makar jahat negara-negara kafir, melawan skenario mereka, dan sejenisnya, merupakan kewajiban yang harus ditegakkan. Dan hal ini tidak akan mungki dapat diwujudkan tanpa memahami percaturan dan konstelasi politik internasional.

Berdasarkan hal ini, aktivitas politik adalah perkara yang wajib dipahami oleh kaum muslim. Kaum muslim wajib terjun ke kancah perpolitikan, dengan menjadikan akidah Islam dasar pijakannya dan syariat Islam-yang terkait dengan aktivitas politik-sebagai rambu-rambunya. Hanya saja kewajiban untuk memperhatikan politik dan pengaturannya harus selalu dikaitkan dengan perkara utama kaum muslimin, yaitu melangsungkan kembali kehidupan Islam melalui tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah, yang menjalankan aktivitas pemerintahannya berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh pelosok dunia melalui dakwah dan jihad fie sabilillah. Ini adalah perkara yang menyangkut hidup-matinya kaum muslimin.

1Fairuz Zabadi, al-Qomus al-Muhith, p.496, Darul Fikr
2 Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-’adzim,jld III/512, Darul Fikr


Tidak ada komentar:

Posting Komentar